Minggu, 26 Januari 2014

Reason to start blogging

Ketika membaca blog teman-teman yang menuliskan kisah-kisah mereka, imajinasi serta mimpi-mimpi mereka mengingatkanku kembali pada ruh yang dulu begitu melekat padaku. Aku mencarinya kembali di tumpukan-tumpukan kardus buku-buku lamaku, tapi aku tak menemukan apapun. Sesal beribu sesal ruh-ruh yang aku ciptakan dengan segenap hatiku hilang begitu saja. Kemudian muncul pemikiran ini, bagaimana aku mengembalikannya? Apakah setitik ruh itu masih tersisa dalam diriku? Aku merindukannya.

ketika aku berumur 13 tahun, ketika mulai berani melangkahkan kakiku untuk menunjukkan diriku, inilah aku! Aku mampu mengantarkan setiap ruh dalam karya sastra paling aku kagumi, PUISI. Deklamasi puisi mampu memberikan begitu banyak kebebasan dalam diriku, diriku yang tak pernah ada di hari yang kalian tahu, diriku yang selama ini aku jaga agar layaknya gadis 13 tahun. Namun, segalanya akan terbuka begitu lapang, diriku yang mengeluarkan ruh puisi pertamaku..Ayah dan Colosseum Gadis.

Ayah, aku ciptakan ketika aku haus akan kehadiran ayahku, ayahku meninggalkanku sendiri dan lama tak pernah memberikan kabar tentang keberadaannya. Aku rindu ayah, aku rindu kerja keras dan kasih sayangnya. Aku rindu ayahku yang senantiasa melindungiku kapanpun dan dimanapun. Maka, ketika guruku memberikan tuah untuk membuat karya sastra dan mendeklamasikannya, aku menghadirkan ayah ke bumi dan menciptakan ruhnya di tengah kelasku. Mengingatnya, benar bahagia dan tentram jiwa ini,.

Gadis 13 tahun yang sedang mengalami masa transisi, baru mengenal kata tampan, baru tau apa itu rasa yang berbunga, "Suka". ketika seorang pemuda datang ke rumah kakekku dengan orang tuanya. Pemuda necis, dengan kulit kuning langsat, tinggi jenjang, rambut cepak, kaos dan jeans yang fashionable mampu meruntuhkan colosseum gadis 13 tahun ini, sehingga malam itu, terciptalah ruh Colosseum Gadis. Indah, lucu nan menggemaskan. Ingat usia 13 tahun itu, ingat betapa bergairahnya aku dengan pena dan buku tulisku.

Beranjak lebih tua, menambah usia gadis 13 tahun itu, mulai berkenalan dengan karya sastra indah lainnya, Cerita Pendek dan Novel. Aku mulai banyak membaca karya-karya sastra terjemahan, yang paling banyak berpengaruh pada gaya penulisanku adalah karya sastra India. Bahasa dan budaya yang selalu mereka tonjolkan dalam karya mereka mampu memberka ruh tersendiri dalam gerakan penaku sehingga terciptalah kisah saat ibuku menghadapi maut, DADI. Dadi berasal dari bahasa India yang artinya Nenek. Aku membuat karya itu sebagai curahan hatiku tentang nenekku di saat ibuku menghadapi maut, penuh dengan emosi anak kecil yang tak tahu apa-apa, bahkan tak bisa menangis meskipun sakit menghujam, tak mengerti ungkapan sedih meskipun ia ingin jatuh tersungkur. Namun, ia melihat dadi yang begitu tegar tanpa setitik pun air mata jatuh, maka dari sudut pandangnya pakah dadinya juga seperti dia? bukankah dadinnya sudah tua? ataukah dadinnya memang menginginkan ibunya meninggal? begitu banyak emosi di dalamnya. 

Aku rindu, aku rindu menulis, aku rindu mencurahkan pikiran, imajinasi dan perasaanku. Kemanakah ruh itu perginya? Aku ingin mengembalikan ruh itu pada diriku, ruh yang telah lama tertidur lebih dari 3 tahun lamanya karena terlalu begitu serius dengan hal-hal ilmiah, hingga lupa ruh jangkauan luar pikiran logis. Aku ingin menghidupkan aku dengan ruh yang sama ketika aku sebagai gadis 13 tahun. Aku ingin memulainnya kembali, meski karya-karyaku telah hilang entah kemana. Maka, lewat blog ini, aku ciptakan Lina LAu's Corner, pojok tempat aku menghidupkan ruh-ruh karya-karya ku yang semoga mampu memberikan ruh manfaat pada umat manusia, bangsa dan negara. Amien.

Jember, 26 Januari 2014
Lina LAu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar